-->GENESA NIKEL LATERIT
Nikel laterit
merupakan bijih yang dihasilkan dari proses pelapukan batuan ultrabasa yang ada
di atas permukaan bumi. Istilah Laterit sendiri diambil dari bahasa Latin “later”
yang berarti batubata merah, yang dikemukakan oleh M. F. Buchanan (1807), yang
digunakan sebagai bahan bangunan di Mysore, Canara dan Malabryang
merupakan wilayah India bagian selatan. Material tersebut sangat rapuh dan
mudah dipotong, tetapi apabila terlalu lama terekspos, maka akan cepat sekali
mengeras dan sangat kuat. Smith (1992) mengemukakan bahwa laterit
merupakanregolith atau tubuh batuan yang mempunyai kandungan Fe
yang tinggi dan telah mengalami pelapukan, termasuk di dalamnya profil endapan
material hasil transportasi yang masih tampak batuan asalnya.Batuan induk
bijih nikel adalah
batuan peridotit. Menurut Vinogradov batuan ultra basa rata-rata mempunyai
kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur nikel tersebut terdapat dalam
kisi-kisi kristal mineral olivin dan piroksin, sebagai hasil substitusi
terhadap atom Fe dan Mg. Proses terjadinya substitusi antara Ni, Fe dan Mg
dapat diterangkan karena radius ion dan muatan ion yang hampir bersamaan di
antara unsur-unsur tersebut. Proses serpentinisasi yang
terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan merubah
batuan peridotit menjadi batuanserpentinit atau
batuan serpentinit peroditit. Sedangkan proses kimia dan fisika dari udara, air
serta pergantian panas dingin yang bekerja kontinu, menyebabkan disintegrasi
dan dekomposisi pada batuan induk.
Pada pelapukan kimia
khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara dan pembusukan
tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (olivin dan
piroksin) pada batuan ultra basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut; Si
cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang sangat halus.
Didalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-hydroksida,
akhirnya membentuk mineral-mineral seperti geothit, limonit, dan haematit dekat
permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur cobalt dalam
jumlah kecil.
Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan
Si terus menerus kebawah selama larutannya bersifat asam, hingga pada suatu
kondisi dimana suasana cukup netral akibat adanya kontak dengan tanah dan
batuan, maka ada kecenderungan untuk membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang
terkandung dalam rantai silikat atau hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin
bervariasi tersebut akan mengendap pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang
dikenal dengan urat-urat garnierit dan krisopras. Sedangkan larutan residunya
akan membentuk suatu senyawa yang disebut saprolit yang berwarna coklat kuning
kemerahan. Unsur-unsur lainnya seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai
bikarbonat akan terbawa kebawah sampai batas pelapukan dan akan diendapkan
sebagai dolomit, magnesit yang biasa mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan
pada batuan induk. Dilapangan urat-urat ini dikenal sebagai batas petunjuk
antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar
pelapukan (root of weathering).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan bijih nikel laterit ini adalah:
1.
Batuan asal. Adanya batuan asal
merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit, macam batuan
asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada batuan ultra basa
tersebut: – terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya –
mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti
olivin dan piroksin – mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan
memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
2.
Iklim. Adanya pergantian musim
kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air
tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi
unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya
pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan
mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.
3.
Reagen-reagen kimia dan vegetasi.
Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa
yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2
memegang peranan penting didalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus
menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah pH larutan. Asam-asam humus
ini erat kaitannya dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan
mengakibatkan: • penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan
mengikuti jalur akar pohon-pohonan • akumulasi air hujan akan lebih banyak •
humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya
lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal
dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk
menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.
4.
Struktur. Struktur yang sangat
dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah struktur kekar (joint)
dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku
mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air
sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan
masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif.
5.
Topografi. Keadaan topografi setempat
akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah
yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai
kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau
pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang
landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan
mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air
yang meluncur (run off) lebih banyak daripada air yang meresap ini dapat
menyebabkan pelapukan kurang intensif.
6.
Waktu. Waktu yang cukup lama akan
mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup
tinggi.
Profil nikel laterit
keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut :
1.
Iron Capping : Merupakan bagian
yang paling atas dari suatu penampang laterit. Komposisinya adalah akar
tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa organik lainnya. Warna khas adalah
coklat tua kehitaman dan bersifat gembur. Kadar nikelnya sangat rendah sehingga
tidak diambil dalam penambangan. Ketebalan lapisan tanah penutup rata-rata 0,3
s/d 6 m. berwarna merah tua, merupakan kumpulan massa goethite dan limonite.
Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah.
Terkadang terdapat mineral-mineral hematite, chromiferous.
2.
Limonite Layer : Merupakan hasil
pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa. Komposisinya meliputi oksida besi
yang dominan, goethit, dan magnetit. Ketebalan lapisan ini rata-rata 8-15 m.
Dalam limonit dapat dijumpai adanya akar tumbuhan, meskipun dalam persentase
yang sangat kecil. Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa pada zona
ini tidak dominan atau hampir tidak ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku
basa-ultrabasa telah terubah menjadi serpentin akibat hasil dari pelapukan yang
belum tuntas. fine grained, merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari
limonit soil menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah yang
terjal, dan sempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir
di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat mineral
talc, tremolite, chromiferous, quartz, gibsite, maghemite.
3.
Silika Boxwork : putih – orange
chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan sebagian menggantikan zona
terluar dari unserpentine fragmen peridotite, sebagian mengawetkan struktur dan
tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal, magnesite. Akumulasi
dari garnierite-pimelite di dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang
kaya silika. Zona boxwork jarang terdapat pada bedrock yang serpentinized.
4.
Saprolite : Zona ini merupakan
zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa oksida besi, serpentin sekitar
<0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang masih terlihat. Ketebalan
lapisan ini berkisar 5-18 m. Kemunculan bongkah-bongkah sangat sering dan pada
rekahan-rekahan batuan asal dijumpai magnesit, serpentin, krisopras dan
garnierit. Bongkah batuan asal yang muncul pada umumnya memiliki kadar SiO2 dan
MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang rendah. campuran dari sisa-sisa batuan,
butiran halus limonite, saprolitic rims, vein dari endapan garnierite, nickeliferous
quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari
suatu zona transisi dari limonite ke bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz
yang mengisi rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukkan, chlorite.
Garnierite di lapangan biasanya diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan
lebih atau kurang nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal
masih terlihat.
5.
Bedrock : bagian terbawah dari
profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih besar dari 75 cm dan blok
peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral
ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Batuan
dasar merupakan batuan asal dari nikel laterit yang umumnya merupakan batuan
beku ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit yang pada rekahannya telah terisi
oleh oksida besi 5-10%, garnierit minor dan silika > 35%. Permeabilitas
batuan dasar meningkat sebanding dengan intensitas serpentinisasi.Zona ini
terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral garnierite dan
silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu
zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.
GENESA ENDAPAN NIKEL
LATERIT
1. Endapan Nikel Laterit
Endapan
nikel laterit merupakan bijih yang dihasilkan dari proses pelapukan batuan
ultrabasa yang ada di atas permukaan bumi. Istilah Laterit sendiri diambil dari
bahasa Latin “later” yang berarti batubata merah, yang
dikemukakan oleh M. F. Buchanan (1807), yang digunakan sebagai bahan bangunan
di Mysore, Canara dan Malabr yang merupakan wilayah India
bagian selatan. Material tersebut sangat rapuh dan mudah dipotong, tetapi
apabila terlalu lama terekspos, maka akan cepat sekali mengeras dan sangat
kuat.
Smith
(1992) mengemukakan bahwa laterit merupakan regolith atau tubuh batuan yang mempunyai kandungan Fe yang tinggi dan telah
mengalami pelapukan, termasuk di dalamnya profil endapan material hasil
transportasi yang masih tampak batuan asalnya.
Sebagian besar endapan laterit
mempunyai kandungan logam yang tinggi dan dapat bernilai ekonomis tinggi,
sebagai contoh endapan besi, nikel, mangan dan bauksit.
Dari beberapa pengertian bahwa
laterit dapat disimpulkan merupakan suatu material dengan kandungan besi dan
aluminium sekunder sebagai hasil proses pelapukan yang terjadi pada iklim
tropis dengan intensitas pelapukan tinggi. Di dalam industri pertambangan nikel
laterit atau proses yang diakibatkan oleh adanya proses lateritisasi sering
disebut sebagai nikel sekunder.
2. Ganesa Pembentukan
Endapan Nikel Laterit
Proses
pembentukan nikel laterit diawali dari proses pelapukan batuan ultrabasa, dalam
hal ini adalah batuan harzburgit. Batuan ini banyak mengandung olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi, mineral-mineral
tersebut tidak stabil dan mudah mengalami proses pelapukan.
Proses pelapukan dimulai pada batuan
ultramafik (peridotit, dunit, serpentinit), dimana batuan ini banyak mengandung
mineral olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya
mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh
pelapukan lateritik (Boldt ,1967).
Proses
laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika
dari profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam, hangat dan lembab serta
membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe,
Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002).
Menurut
Hasanudin,dkk, 1992, air permukaan yang mengandung CO2 dari
atmosfir dan terkayakan kembali oleh material – material organis di permukaan
meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada zona pelindian, dimana fluktuasi
air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya CO2 akan
kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan
mineral – mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen.
Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan
akan memberikan mineral – mineral baru pada proses pengendapan kembali .Endapan
besi yang bersenyawa dengan oksida akan terakumulasi dekat dengan permukaan
tanah, sedangkan magnesium, nikel dan silika akan tetap tertinggal di dalam
larutan dan bergerak turun selama suplai air yang masuk ke dalam tanah terus
berlangsung. Rangkaian proses ini merupakan proses pelapukan dan pelindihan/leaching.
Pada
proses pelapukan lebih lanjut magnesium (Mg), Silika (Si), dan Nikel (Ni) akan
tertinggal di dalam larutan selama air masih bersifat asam . Tetapi jika
dinetralisasi karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah, maka zat – zat
tersebut akan cenderung mengendap sebagai mineral hidrosilikat (Ni-magnesium hidrosilicate) yang disebut mineral garnierit
[(Ni,Mg)6Si4O10(OH)8] atau mineral
pembawa Ni (Boldt, 1967).
Adanya
suplai air dan saluran untuk turunnya air, dalam hal berupa kekar, maka Ni yang
terbawa oleh air turun ke bawah, lambat laun akan terkumpul di zona air sudah
tidak dapat turun lagi dan tidak dapat menembus batuan dasar(bedrock). Ikatan dari Ni yang berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan membentuk
mineral garnierit dengan rumus kimia (Ni, Mg) Si4O5(OH)4. Apabila
proses ini berlangsung terus menerus, maka yang akan terjadi adalah proses
pengkayaan supergen/supergen enrichment. Zona pengkayaan supergen ini
terbentuk di zona Saprolit. Dalam satu penampang vertikal profil laterit dapat
juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih dari satu, hal tersebut dapat terjadi
karena muka air tanah yang selalu berubah-ubah, terutama tergantung dari
perubahan musim.
Di bawah
zona pengkayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer yang tidak
terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindihan, yang sering disebut sebagai
zona batuan dasar (bed rock). Biasanya berupa batuan ultramafik
seperti Peridotit atau Dunit.
DAFTAR PUSTAKA
3. Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002
0 komentar:
Post a Comment